Slice of Stories.
Aku,
Kamu dan Pertanyaanku
Oleh
: Een Ayu Arfianti
Terikat
masalalu memang bukan keinginanku. Seribu persen, sungguh bukan. Tapi, jika
dalam sehari saja ada beberapa gambar semu tentangmu, apakah benar ini bukan
keinginanku?
Dulu,
ya memang dulu. Tak ada habisnya membahas kata “dulu”, kamu tersenyum tanpa aku
harus menatapmu terlebih dahulu. Aku tertunduk, malu. Coba sekarang, kembali
aku terikat masa-masa itu. Kita berpapasan saja, ah. Sungguh, tak bisa
disangka. Sedingin itukah sekarang dirimu?
Ada
beberapa pertanyaan yang terlampau banyak. Berpuluh-puluh pertanyaan. Tidak,
bahkan lebih. Beratus-ratus, ya ratusan pertanyaan mengelilingi kepalaku. Tapi,
cukup itu menghuni kepalaku tanpa bisa kuucapkan. Ada beberapa hal yang belum
sempat terselesaikan. Belum, belum dari ratusan pertanyaanku dulu dan sekarang.
Untuk yang terdahulu, biar aku yang tahu. Dengan harapanpun kamu tahu. Bagaimana
pertanyanku sekarang?
Bagaimana
hari-harimu sekarang?
Aku
hampir lupa suaramu saat memanggilku.
Berapa
jam kamu mengasyikan diri untuk membaca novel dalam sehari?
Kita
dulu punya kesamaan untuk beberapa novel yang kita baca.
Terkadang
aku ingin seperti Sherlock Holmes, hanya dengan menatap, menganalisis dengan
perhitungan yang cukup hebat mampu mengungkapkan beberapa perkataan yang belum
diucapkan. Kenapa? Karena aku ingin tahu jawaban dalam diammu dari ratusan
pertanyaanku.
Komentar
Posting Komentar